Selasa, 17 November 2015

Sajak Lusuh dan Kusam

Kita menyaksikan gelandangan tidur di jalanan, atau kolong-kolong jembatan
Mereka tidur meringkuk menahan dingin malam hari
Tapi kita juga menyaksikan rumah-rumah mewah, megah berpualam
Penghuninya dingin, tanpa kehangatan di dalamnya

Kita menyaksikan orang-orang yang berpakaian sederhana
Pakaian bertambal, sepatu berlubang, lusuh dan kusam
Tapi kita juga menyaksikan orang-orang dengan baju mahal, tinggal pilih
Lusuh dan kusam sekali hatinya, bahkan berlubang tiada guna

Kita menyaksikan orang-orang yang makan seadanya
Nasi kering, sehari sekali, jangan tanya soal gizi
Tapi kita juga menyaksikan makanan lezat terhampar disikat orang-orang
Yang hatinya justeru kering, tak pernah diberi asupan bergizi

Entahlah apa yang kita cari di dunia ini
Ada yang begitu kencang berlari
Tidak peduli mana halal, mana haram dihajar saja
Tapi buat apa? Maksimal ternyata hanya untuk dipamerkan
Berlomba-lomba sekadar untuk pamer
Hingga lupa, hei, kebahagiaan itu ada di hati orang atau di hatinya?

Kita menyaksikan orang-orang yang hidupnya sangat bersahaja
Tidak pusing dengan esok lusa, selalu bersyukur dan berterima-kasih
Tapi kita juga menyaksikan orang-orang yang ingin terlihat hebat
Yang justeru selalu cemas dengan besok, selalu merasa kurang

*Tere Liye

*Salah-paham

Hidup ini bukan untuk menjelaskan. Habis waktu jika kita harus menjelaskan ini-itu. Pun kalaupun kita sudah jelaskan, apakah semua jadi terang-benderang? Tidak juga. Malah semakin rumit seperti benang kusut. Maka, salah-paham, salah-sangka, praduga keliru, adalah keniscayaan. Tidak bisa kita enyahkan. Dimana-mana ada salah-paham.

Orang-orang akan keliru menafsirkan kalimat yang kita sampaikan. Maksud kita baik, tulus, disangka jahat dan penuh rencana. Tidak masalah, itu normal-normal saja. Orang-orang juga keliru menafsirkan perbuatan kita, tindakan kita, yang tujuannya adalah A, ternyata ditafsirkan Z. Kita lakukan untuk perbaikan, disangka untuk kejahatan. Kita tidak sedang rese, menyindir, disangka sedang menyerang habis2an. Juga tidak masalah, ini sering terjadi. Orang-orang salah menyimpulkan pilihan kita, keputusan kita, jalan hidup dsbgnya, dsbgnya. 

Apakah kita harus bergegas menjelaskan? Hampir kebanyakan jawabannya: Tidak perlu. Kalaupun memang perlu dijelaskan, nanti-nanti saja. Tidak sekarang. Tapi bagaimana dong? Kan nggak enak kalau tidak dijelaskan? Aduh, jangan cemas dengan penilaian orang lain, jangan cemas dengan omongan orang lain, yakinilah, salah-paham, selalu bisa diurai saat kita terus konsisten memang bermaksud baik dan tulus. Kalaupun tidak bisa diurai hingga kita mati, tidak masalah, besok lusa mungkin akan terurai.

Kalian pasti tahu kisah Nabi, yang setiap hari menyuapi pengemis Yahudi yang menyumpahinya, "Muhammad adalah orang gila, tukang sihir, jangan didekati, dstnya", si pengemis ini fatal sekali salah-paham. Nabi tidak sekalipun bergegas berusaha menjelaskan, tapi memilih terus kongkret mengurus kakek tua pengemis ini dengan tulus dan lemah-lembut. Hingga Nabi meninggal, pengemis ini terus salah-paham, hingga akhirnya Sahabat Nabi Abu Bakar meneruskan mengurus si pengemis, menyuapinya makan. Si pengemis bertanya, mana orang yang biasa menyuapinya? Kok sekarang beda cara menyuapinya? Abu Bakar bilang, orangnya sudah meninggal, dan dialah Nabi Muhammad. Sungguh, dek, itu nyesek sekali, jleb bagai disambar petir, saat si pengemis ini akhirnya mengetahui kebenarannya, bahwa Nabi bukan orang gila, justeru Nabi orang yang selama ini telah mengurusnya, ngasih makan. Nabi tidak seperti prasangka jahatnya.

Adik-adik sekalian, belajarlah dari kisah ini, apakah Nabi bergegas di hari pertama bilang, bahwa dia tidak seperti disangkakan si pengemis? Jawabannya tidak. Nabi fokus terus berbuat baik. Konsisten.
Saya bukan orang bijak, kita semua jauh sekali levelnya bahkan untuk menyentuh kebijakan sahabat Nabi yang paling biasa-biasa saja. Tapi ingatlah selalu nasehat ini, bahwa daripada sibuk menjelaskan, lebih baik sibuk produktif dan kongkret. Daripada sibuk menjelaskan (yang kadang malah cenderung bela diri, defensif), lebih baik fokus terus memperbaiki diri.

Besok lusa, insya Allah, salah-paham bisa dijelaskan. Orang2 akan menangis telah keliru menyimpul, orang2 akan terdiam telah salah-paham, orang-orang akhirnya mengetahui kebenaran sejatinya. Tapi itu bukan urusan kita, itu urusan mereka. Kecuali kalau yang salah paham itu adalah kita, nah, itu sungguh rumit sekali. Mau jadi seperti pengemis yahudi tadi?

*Tere Liye

Hidup Tidak Akan Tertukar

Ada sebuah keluarga PNS sederhana. Bapaknya kerja di pemda urusan perijinan, istrinya ibu rumah tangga biasa. Seumur2, 40 tahun bekerja sebagai PNS, tidak sekalipun minta uang, menyulitkan orang lain. Justeru sebaliknya bekerja tepat waktu, tidak korup waktu pekerjaan, selalu berusaha memenuhi janji, memudahkan orang lain, takut sekali telah mengambil hak orang lain.

Saat tua, masa-masa muda yg penuh kesempatan berlalu begitu saja, 40 tahun bekerja, apa yg dia dapat? Hasilnya amat bersahaja. Rumah sederhana, motor tua, tabungan tak ada, hanya uang pensiun secukupnya.

Tetapi hidup ini tidak pernah tertukar, Kawan. Satu mili pun tidak. Anak mereka, 6 orang, semua berhasil. Lulusan luar negeri, memiliki profesi baik, punya keluarga baik, cucu2 yg pintar, cantik, tampan, ilmu agama mumpuni, saleh, hidup berkecukupan, 6 orang anaknya sukses. Semua kejujuran, kemudahan dan pertolongan yg diberikan bapak PNS ini mantul, membal, kembali kepada anak2nya. Si sulung ingin daftar S1, banyak sekali yg bantu, anak nomor 2 ingin memulai bisnis, tidak terhitung kemudahan terbuka. Bahkan urusan sepele, saat anak2 mereka masih kecil, dan jatuh sakit, meski hidup sederhana, semua pintu pertolongan seperti terbuka begitu saja. Menakjubkan. Dan itu baru di dunia, kita tidak tahu, akan seberapa besar membal, mantul, kembalinya semua kebaikan bapak PNS ini kelak di akherat kepadanya.

Nah, begitu pula sebaliknya dgn semua keburukan. Juga akan memantul kembali ke kita, tidak di dunia, kelak diakherat akan serius sekali. Kita kira orang-orang korup, mencuri, aniaya, akan dibiarkan begitu saja? Hidup ini tidak pernah tertukar. Jadi mari direnungkan, dicamkan, diyakini. 

*Tere Liye

Jika kalian mencari idola



Saya berikan catatan yang sangat rinci, jika kalian ingin mencari idola, berikut karakter yang harus dipenuhi oleh idola kalian tersebut:

1. Hidup bersahaja.
Penting sekali idola kalian itu hidup bersahaja. Itulah dia sebenar-benarnya. Pakaiannya, tampilannya, cara hidupnya, itulah dia wujud sebenar-benarnya. Bukan hasil dempul, hasil oplosan, apalagi pencitraan, rekayasa, dsbgnya. Kalian mau mengidolakan boneka, manekin berjalan? Seluruh fisik luarnya hanyalah polesan artifisial.

2. Ahklak baik.
Pastikan idola kalian memiliki ahklak tidak tertandingi. Tutur katanya lembut, menyayangi pembencinya, tersenyum pada musuhnya. Dan itu semua memang tulus. Crazy sekali jika kita mengidolakan sebuah kelompok--yang di kelompok itu, angka bunuh dirinya tertinggi di dunia. Juga kehidupan bebas, pergaulan bebas. Kelompk yang santai sekali minum alkohol, sex bebas. Bagaimana dia akan tulus tersenyum pada fansnya?

3. Bermanfaat & Menginspirasi.
Setelah kita memastikan idola kita bersahaja dan berahklak baik, tentu pastikan apakah idola kita ini memberikan manfaat? Memberikan inspirasi kepada kita? Memberikan nasehat, agar kita terus menjadi orang yang lebih baik? Apakah idola kita membawa dampak nyata yang baik kepada kita?

4. Tidak menjadikan kita pasar
Nah, ini yang sering keliru sekali. Jika idola kita itu menjadikan kita pangsa pasar, dia jualan sesuatu kekita, itu sungguh "penipuan". Rugi sekali kalau kita menjadikan dia idola. Saya, misalnya, Tere Liye, penulis, rugi sekali jika kalian menjadikan saya idola, saya ini jualan buku, film, sinetron, acara2, dsbgnya. Hubungan kita boleh jadi simpel hanya: penjual dan pembeli. Kita jejeritan, mendukung idola habis2an, berpeluh mengantri, tapi sebenarnya, kita hanya pasar dia doang.

5. Memikirkan fansnya.
Terakhir, sungguh, carilah idola yang ketika dia hampir meninggal pun, tidak sekalipun dia berhenti memikirkan balik fansnya. Cemas sekali dengan fansnya, apakah fansnya ini akan selamat atau tidak. Carilah yang seperti ini adik-adik sekalian, yang saat kita memikirkannya, idola kita pun sungguh memikirkan kita juga. Itu baru nyambung, seimbang, dan seorang idola sejati.

Lantas siapa yang bisa memenuhi 5 syarat ini? Memang ada yang begini? Yang bersahaja, berahklak baik, bermanfaat, menginsipirasi, tidak menjadikan kita pasar dan selalu memikirkan kita? Ada.

Silahkan baca ulang 1 s/d 5, pikirkanlah Nabi kalian, tidakkah kalian tergerak menjadikannya idola?

Ingatlah selalu. Dalam hadist yang sangat sahih, riwayat Muslim, Nabi pernah berwasiat, kita akan bersama idola kita kelak saat kiamat. Barangsiapa yang mengidolakan si A, maka kalian akan bersama dia kelak. Itulah teman kita di sana. Barangsiapa yang habis2an, berlebihan sekali, apapun dilakukan demi yang disukainya, itulah yang akan bersama kita kelak. Karena itu memang cocok satu sama lain, yang menjadi fans, dan yg diidolakan.

*Tere Liye

Bukankah, atau bukankah.....???


Bukankah,
Banyak yang berharap jawaban dari seseorang?
Yang sayangnya, yang diharapkan bahkan tidak mengerti apa pertanyaannya
“jadi, jawaban apa yang harus diberikan?”
Bukankah,
Banyak yang menanti penjelasan dari seseorang?
Yang sayangnya, yang dinanti bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa
“aduh, penjelasan apa yang harus disampaikan?”
Bukankah,
Banyak yang menunggu, menunggu, dan terus menunggu seseorang
Yang sayangnya, hei, yang ditunggu bahkan sama sekali merasa tidak punya janji
“kau menungguku? Sejak kapan?”
Bukankah,
Banyak yang menambatkan harapan
Yang sayangnya seseorang itu bahkan belum membangun dermaga
“akan kau tambatkan di mana?”
Bukankah,
Banyak yang menatap dari kejauhan
Yang sayangnya, yang ditatap sibuk memperhatikan hal lain
Bukankah,
Banyak menulis puisi, sajak2, surat2, tulisan2
Yang sayangnya, seseorang dalam tulisan itu bahkan tidak tahu dia sedang jadi tokoh utama
Pun bagaimana akan membacanya
Aduhai, urusan perasaan, sejak dulu hingga kelak
Sungguh selalu menjadi bunga kehidupan
Ada yang mekar indah senantiasa terjaga
Ada yang layu sebelum waktunya
Maka semoga, bagian kita, tidak hanya mekar terjaga
Tapi juga berakhir bahagia